PENGELOLAAN MUTU PRODUK


A. PENGERTIAN MUTU
Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu produk yang dikonsumsinya. Tiap definisi menekankan pada aspek mutu yang berbeda – kecocokan penggunaan, tingkat dimana suatu produk dapat memenuhi keinginan konsumen, dan tingkat dimana suatu produk sesuai dengan spesifikasi desain dan persyaratan teknisnya.
Ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu, semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga tinggi dan seringkali biaya yang rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba. Menurut rumusan Japan Industrial Standard, “Mutu adalah keseluruhan sifat dan kinerja yang benar yang menjadi sasaran optimalisasi untuk menentukan apakah suatu produk barang atau jasa memenuhi maksud penggunaannya atau tidak”.
Sementara Mizuno (1994:12) menekankan bahwa: “Penilaian mutu harus berdasarkan sifat dan fungsi produk baik dari sisi produsen maupun konsumen”. Sementara itu, Garvin melihatnya dari perspektif yang lebih luas dan mengkategorikan 5 (lima) definisi mutu sebagai berikut:
a. Definisi berdasarkan transenden; mutu tidak dapat didefinisikan secara persis; mutu merupakan suatu konsep yang dikenali secara universal tentang keunggulan.
b. Definisi berdasarkan produk; mutu merupakan derajat atau kuantitas atribut yang dimiliki produk.
c. Definisi berdasarkan pemakai; mutu memiliki arti sebagai derajat (tingkatan) pemenuhan keinginan pelanggan oleh suatu produk.
d. Definisi berdasarkan manufaktur; mutu berarti pemenuhan spesifikasi yang diperlukan/ diminta.
e. Definisi berdasarkan nilai; mutu mengacu pada penyediaan suatu produk dengan mutu yang dapat diterima pada harga yang wajar.
Definisi mana pun yang disukai, uraian di atas mengisyaratkan bahwa mutu produk memerlukan parameter. Komponen utama mutu adalah efektivitas dan efisiensi. Karena itu memperhatikan bagaimana proses mutu itu terbentuk merupakan hal yang sangat penting sebagaimana dinyatakan oleh Garvin bahwa:
“Karakteristik-karakteristik yang menekankan mutu, haruslah terlebih dahulu diidentifikasi melalui riset pasar (pendekatan user-based terhadap mutu); karakteristik tersebut kemudian harus dapat dijabarkan atas atribut-atribut produk yang teridentifikasi (pendekatan product-based terhadap mutu); dan proses manufaktur haruslah diorganisasikan untuk memastikan bahwa produk yang bersangkutan dibuat sesuai dengan spesifikasi-spesifikasi tersebut (pendekatan manufacturing-based terhadap mutu). Ini merupakan suatu proses dimana jika salah satu langkah tersebut diabaikan tidak akan memberikan produk yang bermutu.

B. FUNGSI MUTU
Menurut Shigeru Mizuno (1994:2), pada dasarnya terdapat tiga fungsi utama mutu suatu produk, yaitu:
 Pemeriksaan Mutu (Quality Inspection)
Dengan adanya mutu suatu produk maka dapat dilakukan pemeriksaan mutu, yaitu tindakan untuk mengetahui produk sesuai dengan yang dimaksud atau tidak.
 Pengendalian Mutu (Quality Control)
Bila suatu produk telah melalui tahap pemeriksaan mutu, ternyata diketahui bahwa produk tersebut tidak sesuai dengan persyaratan, maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap kondisi tadi, dengan membawa produk tersebut kedalam kondisi “sesuai dengan yang dimaksud”.
 Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Mutu tidak dijamin melalui pemeriksaan saja. Mutu memerlukan desain yang rasional, pelaksanaan operasi, dan prosedur pengendalian mutu yang benar. Mutu dapat dipastikan sedemikian rupa sehingga konsumen yang membeli bebas dari rasa cemas, dalam jangka panjang tanpa kesulitan.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU
Mutu produk secara langsung dipenuhi oleh sembilan faktor dasar, yang dikenal dengan istilah “9M”, yang terdiri atas:
1. Pasar (Market)
Jumlah produk baru dan lebih baik yang ditawarkan di pasar terus bertumbuh pada laju yang ekplosif, akibatnya bisnis harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah dengan cepat.
2. Uang (Money)
Biaya mutu adalah salah satu titik lunak dimana biaya operasi dan kerugian dapat ditekan untuk memperbaiki laba.
3. Manajemen (Management)
Tanggung jawab mutu telah didistribusikan kepada semua bagian dan tingkatan manajemen.
4. Manusia (Men)
Pekerja yang dibutuhkan kini adalah yang memiliki pengetahuan khusus.
5. Motivasi (Motivation)
Pengakuan yang positif secara pribadi bahwa pekerja memberi sumbangan demi tercapainya tujuan perusahaan, dapat meningkatkan motivasi pekerja.
6. Bahan (Material)
Material harus diperiksa sedemikian rupa sehingga layak untuk diproses. Pemeriksaan atas spesifikasi yang semakin ketat dapat menurunkan biaya secara efektif.
7. Mesin dan Mekanisasi (Machines and Mechanization)
Keinginan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan peningkatan volume produksi mendorong penggunaan perlengkapan pabrik yang sempurna.
8. Metode Informasi Mutakhir (Modern Information Method)
Evolusi teknologi yang cepat seperti komputer membuka kemungkinan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengambil kembali serta memanipulasi informasi.
9. Persyaratan Proses Produksi (Mounting Products Requirements)
Kemajuan dalam rekayasa rancangan memerlukan kendali yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan.

D. KINERJA MUTU
a. Definisi Kinerja Mutu
Secara umum kinerja mutu dapat didefinisikan sebagai prestasi dari mutu atau kualitas produk dan manajemen yang dapat dicapai oleh suatu perusahaan selama suatu jangka waktu tertentu. Prestasi yang dimaksud adalah efektivitas dan effisiensi operasional perusahaan yang dilihat dari segi ekonomi (laporan keuangan), manajemen dan tingkat kepuasan konsumen. Tujuan dari pengukuran kinerja mutu adalah untuk menentukan beban kerja dalam operasi dan jumlah pekerja yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan secara efisien. Pengertian di atas dilandasi oleh keyakinan bahwa organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja mutu sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran mereka.
b. Standar Mutu ISO 9000
ISO adalah kependekan dari International Standard Organizations yang merupakan organisasi yang anggotanya terdiri dari badan standar nasional dari European Community (EC) dan EFTA (European Free Trade Association) yang berpusat di Geneva, Swiss. ISO 9000 merupakan suatu standar jaminan mutu yang dikeluarkan oleh The International Organization for Standarization yang dipublikasikan pada tahun 1987. Organisasi ISO menyatakan bahwa standar tersebut merupakan generalisasi dari semua prinsip mutu yang ada pada umumnya ditetapkan di dunia, suatu sistem mutu yang paling praktis, dan merupakan puncak dari kesepakatan di antara otoritas standar yang paling maju di dunia yang merupakan dasar dari era manajemen mutu baru. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dr. Lawrence D. Eicher, Secretary General ISO, bahwa” The ISO 9000 concept is that certain generic characteristic of management practice could be usefully standardized, giving mutual benefit to procedurers and users alike”.
ISO 9000 dalam pemikiran aslinya adalah suatu sistem manajemen mutu dan standar jaminan mutu untuk lingkungan pabrikasi yang memberikan informasi penting yang diperlukan dalam membuat kebijakan manajemen atau jaminan mutu, yang diarahkan pada suatu bentuk mutu yang dapat di pastikan, yang pada akhirnya diaktualisasikan dalam bentuk tindakan. ISO 9000 juga merupakan suatu sistem yang secara keseluruhan bermanfaat untuk menjamin berlangsungnya operasi terus-menerus dari seluruh proses yaitu mulai dari pembelian material sampai dengan pengiriman akhir produk jadi, yang secara keseluruhan dipandu dalam suatu standar manajemen mutu.
ISO 9000 adalah suatu rangkaian dari lima standar mutu internasional yang dikembangkan oleh The International Organization for Standardization yang terdiri dari lima model yaitu: Pertama, ISO 9000 yang merupakan standar manajemen dan jaminan mutu-pemandu untuk pemilihan dan penggunaan standar. Kedua, ISO 9001 yang merupakan sistem mutu-model untuk jaminan mutu dalam perancangan atau pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan jasa. Merupakan standar lengkap yang melibatkan semua unsur sistem mutu. Ketiga, ISO 9002 yang merupakan sistem mutu- model untuk jaminan mutu dalam produksi dan instalasi. Merupakan suatu sistem mutu yang didesain dan spesifikasi terhadap produknya telah ditetapkan terlebih dahulu. Sehingga sistem mutu tersebut lebih terfokuskan pada kemampuan produksi dan instalasi. Keempat, ISO 9003 yang merupakan sistem mutu-model untuk jaminan mutu dalam inspeksi akhir dan tes. Sistem mutu yang terfokuskan pada kemampuan inspeksi dan tes. Kelima, ISO 9004 merupakan elemen-elemen manajemen mutu dan sistem mutu pemandu/pedoman.

E. PENGUKURAN KINERJA MUTU
Dalam mengukur kinerja mutu digunakan ukuran-ukuran mutu, yaitu ukuran mutu finansial dan ukuran mutu non-finansial.

Kinerja Mutu Finansial terdiri dari :
 Kinerja Mutu Finansial Ekstern
Ukuran ini meliputi biaya kegagalan eksternal, yaitu biaya garansi perbaikan, tuntutan kewajiban, penurunan marjin kontribusi sebagai akibat penurunan penjualan, dan harga yang rendah dari produk yang dijual. Tetapi ukuran finansial tidak menunjukkan area mana yang memerlukan peningkatan, juga tidak memperlihatkan kebutuhan dan preferensi konsumen di masa depan.
 Kinerja Mutu Finansial Intern
Ukuran mutu finansial intern ini meliputi: Biaya pencegahan, penilaian, dan biaya kegagalan internal. Indikasi-indikasi finansial intern antara lain, yaitu: Evaluasi pemasok, Pemeliharaan peralatan, Inspeksi bahan baku, Penjadwalan, pengujian, dan inspeksi ulang, Inspeksi barang jadi, dll.

Kinerja Mutu Non-Finansial terdiri dari dua, yaitu :

 Kinerja Mutu non-finansial Ekstern
Ukuran mutu non-finansial ekstern meliputi: Jumlah unit yang cacat yang dikirimkan ke konsumen, Jumlah keluhan konsumen, Selisih waktu tanggapan konsumen (selisih antara tanggal pengiriman yang dijadwalkan dengan tanggal yang diinginkan konsumen), Pengiriman tepat waktu (Persentase pengiriman yang dilakukan tepat atau sebelum tanggal pengiriman yang dijadwalkan)
 Kinerja Mutu Non-Finansial Intern
Ukuran mutu non-finansial intern meliputi: Jumlah kerusakan tiap lini produk, Hasil proses produksi (rasio antara output yang baik terhadap total output), Tenggang waktu produksi (waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku langsung menjadi barang jadi), Pergantian pegawai (rasio jumlah pegawai yang meninggalkan perusahaan terhadap total jumlah pegawai).

Mengukur aspek finansial dan non finansial dari biaya mutu memberikan keuntungan yang berbeda, antara lain:

• Keuntungan Pengukuran Biaya Mutu
Biaya mutu memusatkan perhatian pada berapa besar biaya dari mutu yang rendah, walaupun ukuran-ukuran biaya mutu kadang-kadang tidak memasukkan biaya yang penting tapi sulit diukur seperti pengaruh mutu yang rendah terhadap hubungan baik dengan konsumen.
Ukuran biaya mutu finansial adalah cara yang bermanfaat untuk membandingkan antara proyek-proyek peningkatan mutu yang berbeda dan untuk menetapkan prioritas pengurangan biaya yang maksimum.
Ukuran biaya mutu finansial berfungsi sebagai denominator untuk mengevaluasi trade-off antara baiaya pencegahan dengan biaya kegagalan. Biaya mutu memberikan ukuran yang ringkas dan tunggal mengenai kinerja mutu.
• Keuntungan Ukuran-Ukuran Mutu Non Finansial
Ukuran mutu non-finansial mudah untuk dikuantifikasi dan dipahami. Ukuran non-finansial mengarahkan perhatian ke proses fisik dan memusatkan perhatian pada area permasalahan tertentu yang membutuhkan peningkatan. Ukuran non-finansial memberikan umpan balik jangka pendek secara cepat mengenai keberhasilan usaha-usaha peningkatan mutu. Umumnya keuntungan dari biaya mutu merupakan kerugian dari ukuran non-finansial, dan sebaliknya. Kebanyakan organisasi menggunakan baik ukuran finansial maupun non-finansial untuk mengukur kinerja mutu.
• Total Quality Management (TQM)
Dalam situasi persaingan ekonomi yang demikian tajam saat ini, pendekatan Total Quality Management (TQM) semakin banyak digunakan dengan filosofi mencapai keunggulan tidak terlalu besar tetapi banyak jumlahnya yang meliputi berbagai aspek operasi usaha untuk mencapai keunggulan atau daya saing usaha secara total. TQM memberikan pada setiap organisasi atau perusahaan, peralatan untuk menjawab setiap tantangan global saat ini disamping menyempurnakan arah perusahaan menghadapi masa yang akan datang yang semakin cepat perubahannya serta sulit dan kompleks untuk diramalkan. Perkembangan persepsi masyarakat mengenai ide kualitas, jejaknya dapat diidentifikasi sejak 1900 pada saat produksi masih belum memasal seperti sekarang. Pada 1900, mutu produk adalah identik dengan persepsi operator yang menangani pembuatan produk pesanan. Periode operator sebagai penentu kualitas tersebut berakhir sampai kira-kira tahun 1918, karena dengan meningkatnya pesanan sehingga diperlukan pembagian kerja yang lebih baik. Operator-operator dikoordinir oleh beberapa mandor (foreman) dan mandor-mandor inilah yang menggariskan kebijakan kualitas suatu produk.

Peranan penyelia (supervisor) tersebut berakhir pada tahun 1937, dimana produksi meningkat terus, dan proses berkembang sehingga inspeksi harus dilakukan pada setiap proses pengerjaan. Siapa yang melakukan inspeksi adalah yang mempersepsikan kualitas dengan berpatokan pada spesifikasi perancangnya. Pada periode ini pihak perancang berjalan sendiri dalam menetapkan spesifikasi produknya tanpa memperdulikan kemampuan prosesnya. Hal ini berakibat banyaknya produk ditolak. Sampai periode 1960, cara-cara statistik dalam mengendalikan kualitas mulai dilakukan walaupun tidak di semua industri manufaktur di AS, misalnya dalam menerima barang (acceptance sampling), dan dalam mengendalikan proses dengan peta kontrol. ‘Military standard’ yang dikembangkan industri militer Amerika Serikat selama perang dunia ke II, telah menggunakan konsep statistik untuk menerima barang. Terkait dengan pengendalian kualitas secara statistik ini, Peter Drucker meramalkan bahwa statistical quality control akan digunakan pada banyak perusahaan manufaktur di tahun 1999 bersama-sama dengan activity based costing, dan sistem informasi yang bersifat integral menghubungkan pasar dengan produsennya. Sampai dengan tahun 1975, Feigenbaum mulai dikenal karena tulisannya ‘Total Quality Control: Engineering and Management’ (1960) yang intinya adalah untuk mencapai kualitas prima dari sebuah produk diperlukan kerjasama dari seluruh pengelola fungsi suatu organisasi dan satuan organisasi yang menangani masalah kualitas harus mempuayai wewenang yang besar. Pengelola kualitas harus diberi jabatan/tempat sejajar dengan manajer-manajer menengah lainnya, tidak sebagaimana sediakala dimana manajer kualitas di bawah bayangan manajer pabrik sehingga kualitas dipersepsikan secara relatif subyektif. Pandangan Feigenbaum ini menarik perhatian kalangan pengelola mutu.

Konsep TQC (Total Quality Control) yang dilontarkannya adalah sebagai berikut: “Total Quality Control is an effective system for integrating the quality development, quality improvement efforts of the various groups in an organization so as to enable production and service at the most economical levels which allow for full customer satisfaction”. Konsep dengan nama total kualitas ini kebetulan cocok dengan sifat partisipatif yang akarnya kuat pada masyarakat Jepang. Masyarakat industri Jepang sendiri, sejak 1950-an telah diperkenalkan dengan teknik-teknik meningkatkan kualitas produknya oleh Amerika atas prakarsa Jenderal Mac Arthur dalam rangka politik budi baik. Pada saat itu yang dikirim adalah Deming (terkenal dengan Plan Do Check Action Wheel) dan Juran (terkenal dengan quality is a fitness for use).

Oleh pihak industri Jepang, konsep Total Quality Control tersebut dikembangkan menjadi ‘Total Quality Control-Organizational Wide and Total Quality Management’, dan bahkan dituliskan secara resmi sebagai bagian dari buku pedoman standar industrinya JIS (Japanese Industrial Standard) Z8101. Berikut ini adalah petikannya:

To effectively execute Quality Control participation by and cooperation of all members of the enterprose, including the owners, managers, supervisors and operators, are necessary in all stages of enterproses activities covering market research, research and development, production planning, designing, production preparations, purchasing, sub contracting, manufacturing, inspection, sales and after sales service, as well as finance, personnel, and education. Quality Control thus executed is called Company Wide Quality Control (abreviated to CWQC) or Total Quality Control (abreviated to TQC).

Companywide total quality control concept (quality is everybodies job) ini di Amerika dinamakan Quality Management karena mungkin sekali orang Amerika Serikat kurang menyukai kata control yang mempunyai konotasi membelenggu kebebasan tersebut. Dengan demikian, quality management mempunyai arti yang sama dengan terminologi Jepang companywide total quality control. Namun, ada dugaan bahwa dalam pelaksanaannya quality management di Amerika Serikat porsi normatifnya masih lebih besar ketimbang porsi operasionalnya, sementara itu di Jepang sebaliknya. Bahkan konsep Kaizen yang dianggap sudah berakar dalam pada masyarakat Jepang sudah mengandung unsur-unsur pendorong untuk peningkatan kualitas barang, jasa dan lingkungan hidup.

F. DEFINISI TQM (TOTAL QUALITY MANAGEMENT)
Total Quality Management dapat didefinisikan sebagai mengelola organisasi secara menyeluruh agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi dari produk dan jasa yang penting bagi pelanggan. Dapat dikatakan bahwa dari definisi ini adalah bahwa mutu mencakup keseluruh organisasi, pada setiap hal yang dilakukan organisasi dan bahwa mutu pada akhirnya di definisikan oleh pelanggan.

Dalam penerapannya TQM menerapkan tiga prinsip, yaitu :

 Berfokus pada kebutuhan pelanggan (Customer focus).
 Usaha perbaikan atau peningkatan proses produksi barang maupun jasa (Process Improvement).
 Keterlibatan seluruh personil atau karyawan dalam usaha peningkatan mutu (Total Involvement).

G. TUJUAN TQM
Secara singkat pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu pada suatu organisasi bertujuan untuk:
 Meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu dan terampil melaksanakan tugasnya dengan baik.
 Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan agar tercapai kepuasan pelanggan.
 Meningkatkan kerjasama atau hubungan antara manusia dan semangat kerjasama karyawan.
 Meningkatkan produktivitas.
 Menurunkan biaya.
 Terlaksananya kebijakan dan sasaran perusahaan.
Dalam arti sempit, tujuan TQM adalah untuk perbaikan mutu produk, jasa, dan proses, dimana mutu tersebut diperoleh dengan tingkat biaya yang paling ekonomis, yang akan berpengaruh pada produktivitas dan kepuasan pelanggan serta yang paling akhir ditujukan kepada pencapaian laba perusahaan. Terdapat dua pengaruh dari dilaksanakannya TQM: pertama, Internal yaitu bila mutu diperbaiki, akan didapat produktivitas yang lebih tinggi memungkinkan harga yang lebih kompetitif, peningkatan pangsa pasar dan laba yang tinggi. Kedua, Eksternal yaitu mutu yang lebih tinggi akan meningkatkan kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, mendapatkan lebih banyak pembeli sehingga akan meningkatkan pangsa pasar dan laba.

1. Pengukuran Kinerja Mutu berdasarkan TQM
Dalam menangani lingkungan bisnis yang modern diperlukan berbagai jenis keahlian, sikap dan fokus. Pada tahun 1970-an dan 1980-an organisasi lebih berfokus internal daripada eksternal. Pengukuran kinerja mutu dalam lingkungan bisnis modern harus bisa merefleksikan tingkat konsistensi tertentu baik internal (keefektifan dan kekuatan organisasi) maupun eksternal (kemampuan atau tingkat persaingan organisasi). Dalam pengukuran kinerja mutu berdasarkan TQM parameternya tidak ditetapkan secara internal namun didikte berdasarkan persyaratan-persyaratan pelanggan dan tekanan kekuatan pasar.
2. Pengukuran kinerja mutu berdasarkan Total Quality Management meliputi:
a. Kinerja Mutu Finansial
Alat yang digunakan dalam pengukuran kinerja mutu finansial berdasarkan TQM dalah dengan menggunakan laporan biaya mutu yang terdiri dari: Pertama, Biaya Penilaian (apraisal costs), yaitu biaya-biaya inspeksi, pengujian, dan tugas lain yang memastikan bahwa produk atau proses dapat diterima. Kedua, Biaya Pencegahan (prevention costs), yaitu jumlah dari semua biaya untuk mencegah kerusakan, seperti biaya-biaya untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan, untuk mengimplementasi tindakan korektif untuk menghilangkan penyebab, untuk melatih personel, untuk mendesain kembali produk atau sistem, dan untuk perelatan dalam modifikasi baru.
Ketiga, Biaya Kegagalan, yang terdiri dari atas Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs), yaitu biaya-biaya yang terjadi dalam sistem: kerusakan produk, pengerjaan ulang, reparasi; dan Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Costs), yaitu biaya-biaya kerusakan yang melewati sistem: penggantian jaminan pelanggan, kehilangan pelanggan atau nama baik (goodwill), keluhan penanganan, dan reparasi produk.
b. Kinerja Mutu Non Finansial
Alat yang digunakan dalam mengukur kinerja mutu non-finansial berdasarkan TQM adalah dengan melihat: Pertama, Produk Yang Tidak Sesuai (Non Conforming Product). Kedua, Tingkat kepuasan pelanggan yang dilihat berdasarkan jumlah surat keluhan pelanggan. Ketiga, Rasio pergantian pegawai. TQM dalam pengukuran kinerja mutu memainkan peranan yang kritis dalam usaha meningkatkan mutu dan produktivitas karena bisa merefleksikan hal-hal berikut:
 Menghilangkan defisiensi dalam proses
 Memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan
 Menunjukkan area-area yang perlu perbaikan.
 Memberi umpan balik bagi tindakan perbaikan yang telah diambil.
 Menilai dan mengevaluasi kinerja mutu secara akurat.
 Didesain, dikembangkan dan dipertahankan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan proses/aktivitas tersebut.
 Karakteristik pengukuran kinerja mutu berdasarkan TQM
Ada beberapa karakteristik dari pengukuran kinerja mutu berdasarkan TQM yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Correctness,
yaitu mengukur proses/aktivitas yang tepat
 Preciseness
yaitu ketepatan dalam pengukuran
 Timeliness,
yaitu merefleksikan kinerja pada saat yang tepat
 Objectivity,
diukur berdasarkan proses dan bukan opini
 Comprehension,
kemudahan dipahami dan diinterpretasikan
Dengan adanya Total Quality Management, organisasi diharapkan untuk bisa merefleksikan iklim persaingan kinerja mutu dalam sektor industri dan tingkat kinerja semula dalam organisasi.


XII. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement. SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2000). Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan.
Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang. Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah.
Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya. Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan.

1. Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional. Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W. Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut adalah :
o SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih produktif seperti mesin;
o Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan;
o Yang tidak produktif harus diganti/dibuang;
o Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat pekerja.

Gerakan human relation (dengan pendekatan paternalis), era ini ditandai dengan adanya pemikiran tentang peran SDM terhadap kemajuan organisasi. Pandangan-pandangan yang muncul adalah :
o SDM harus dilindungi dan disayangi, tidak hanya dianggap sebagai faktor produksi belaka tapi juga sebagai pemilik perusahaan;
o Mulai disediakannya berbagai fasilitas pemenuhan kebutuhan karyawan, seperti tempat ibadah, tempat istirahat, jaminan kesehatan, kantin, perumahan, dan sebagainya sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan karyawan.
Gerakan kontemporer (dengan pendekatan sistem sosial), di era ini pemikiran tentang pentingnya peran SDM dan perlunya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan serta kepastian dalam bekerja semakin berkembang. Pandangan-pandangan yang muncul bahwa :
o Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia
o Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari kontribusi SDM;
o Munculnya teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow (1940-an) sebagai landasan motivasi individu menjadi pendorong adanya pemikiran tentang perlunya memotivasi SDM dengan melihat tingkat kebutuhan yang dimilikinya;
o Adanya kecenderungan baru yang berdampak positif terhadap perkembangan efektivitas organisasi, yaitu :
a. Meningkatnya kepentingan terhadap MSDM;
b. Adanya perubahan arah pengawasan dan kebijakan secara sentral, dan pelaksanaan yang terdesentralisasi;
c. Meningkatnya otomatisasi dan pengembangan Sistem Informasi SDM;
d. Munculnya program MSDM yang terintegrasi;
e. Adanya perubahan menuju sistem merit dan akuntabilitas;
f. Meningkatnya perhatian terhadap perilaku kerja karyawan;
g. Meningkatnya perhatian terhadap budaya dan nilai organisasi;
h. Adanya perluasan program peningkatan produktivitas.

Sejalan dengan adanya pemikiran tentang semakin pentingnya peran SDM dalam organisasi, maka posisi MSDM dalam organisasi adalah mengelola SDM yang ada di seluruh bagian organisasi.

2. Pendekatan MSDM
Mengelola SDM bukan merupakan hal yang mudah, karena manusia merupakan unsur yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam MSDM, yaitu :
a. Pendekatan SDM, menekankan pengelolaan dan pendayagunaan yang memperhatikan hak azasi manusia;
b. Pendekatan Manajerial, menekankan pada tanggungjawab untuk menyediakan dan melayani kebutuhan SDM departemen lain;
c. Pendekatan Sistem, menekankan pada tanggungjawab sebagai sub-sistem dalam organisasi;
d. Pendekatan Proaktif, menekankan pada kontribusi terhadap karyawan, manajer dan organisasi dalam memberikan pemecahan masalah.

3. Prinsip-Prinsip Pengelolaan MSDM
 Orientasi pada pelayanan, dengan berupaya memenuhi kebutuhan dan keinginan SDM dimana kecenderungannya SDM yang puas akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumennya;
 Membangun kesempatan terhadap SDM untuk berperan aktif dalam perusahaan, dengan tujuan untuk menciptakan semangat kerja dan memotivasi SDM agar mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik;
 Mampu menumbuhkan jiwa intrapreneur SDM perusahaan, yang mencakup :
• Menginginkan adanya akses ke seluruh sumber daya perusahaan;
• Berorientasi pencapaian tujuan perusahaan;
• Motivasi kerja yang tinggi;
• Responsif terhadap penghargaan dari perusahaan;
• Berpandangan jauh ke depan;
• Bekerja secara terencana, terstruktur, dan sistematis;
• Bersedia bekerja keras;
• Mampu menyelesaikan pekerjaan;
• Percaya diri yang tinggi;
• Berani mengambil resiko;
• Mampu menjual idenya di luar/di dalam perusahaan;
• Memiliki intuisi bisnis yang tinggi;
• Sensitif terhadap situasi dan kondisi, baik di dalam maupun di luar perusahaan;
• Mampu menjalin hubungan kerja sama dengan semua pihak yang berkepentingan;
• Cermat, sabar dan kompromistis.

4. Fungsi Dan Aktivitas MSDM
Secara fungsional memiliki beberapa fungsi, dimana fungsi-fungsi tersebut terkait satu dengan lainnya, dan aktivitas yang dijalankan oleh MSDM sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, dengan tujuan peningkatan produktivitas, kualitas kehidupan kerja dan pelayanan. Fungsi perencanaan (planning) merupakan fungsi MSDM yang dinilai esensial, karena menyangkut rencana pengelolaan SDM organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dimana hal tersebut berkaitan erat dengan operasionalisasi organisasi dan kelancaran kerja yang ada di dalamnya. Fungsi pengadaan (procurement) merupakan fungsi MSDM dalam usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah SDM yang tepat, yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi.
Fungsi Pengembangan (development) berkaitan erat dengan peningkatan ketrampilan dan kemampuan yang diupayakan melalui jalur pelatihan maupun pendidikan terhadap SDM yang ada. Juga berbagai bentuk pengembangan diri untuk para karyawan yang berprestasi. Fungsi Pemeliharaan (maintenance) berkaitan dengan upaya mempertahankan kemauan dan kemampuan kerja karyawan melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan kerja. Fungsi Penggunaan (use) menekankan pada pelaksanaan berbagai tugas dan pekerjaan oleh karyawan serta jenjang peningkatan posisi karyawan. Selain itu berkaitan pula dengan kontraprestasi untuk karyawan yang telah berhenti bekerja, baik yang sementara atau permanen maupun akibat pemutusan hubungan kerja sepihak.

5. MANFAAT PENERAPAN MSDM
Pengimplementasian Manajemen SDM akan memberikan berbagai manfaat bagi kegiatan pengorganisasian, antara lain (Nawawi,2000) :
 Organisasi/perusahaan akan memiliki Sistem Informasi SDM yang akurat.
 Organisasi/perusahaan akan memiliki hasil analisis pekerjaan/jabatan, berupa diskripsi dan atau spesifikasi pekerjaan/jabatan yang terkini (up-to-date).
 Organisasi/perusahaan memiliki kemampuan dalam menyusun dan menetapkan Perencanaan SDM yang mendukung kegiatan bisnis.
 Organisasi/perusahaan akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas rekrutmen dan seleksi tenaga kerja.
 Organisasi/perusahaan dapat melakukan kegiatan orientasi/sosialisasi secara terarah.
 Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan pelatihan secara efektif dan efisien.
 Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan penilaian karya secara efektif dan efisien.
 Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan program pembinaan dan pengembangan karier sesuai kondisi dan kebutuhan.
 Organisasi/perusahaan dapat melakukan kegiatan penelitian/riset.
 Organisasi/perusahaan dapat menyusun skala upah (gaji) dan mengatur kegiatan berbagai keuntungan/manfaat lainnya dalam mewujudkan sistem balas jasa bagi para pekerja Penerapan MSDM yang efektif,
selain bermanfaat bagi perusahaan, juga memberikan dampak positif terhadap para karyawan, antara lain :
 Pekerja memperoleh rasa aman dan puas dalam bekerja.
 Pekerja memperoleh jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
 Manajemen SDM memungkinkan dan mempermudah pekerja memperoleh keadilan dari perlakuan yang tidak menguntungkan.
 Manajemen SDM memungkinkan pekerja memperoleh penilaian karya yang obyektif.
 Para pekerja melalui Manajemen SDM akan memperoleh upah/gaji dan pembagian keuntungan/manfaat lainnya secara layak.
 Manajemen SDM menciptakan dan memberikan suasana atau iklim kerja yang menyenangkan (Nawawi, 2000).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " "

Post a Comment